Language selection :  

Outbound Story

Training for Trainer

Posted by Administrator (admin) on Sep 14 2009 at 10:45 AM
Outbound Story >>

 

Selasa, 29 April 2008… pukul 04.00 wib…

Tak biasanya aku begitu semangat menantikan hari ini, hari dimana aku akan mengikuti sebuah kegiatan pelatihan fasilitator outbound yang bernama “Training For Trainer” yang diadakan oleh “Tim Selaras Outbound”… awalnya aku ingin mengikuti pelatihan Wanadri, tapi mustahil bagiku sebagai seorang perjaka tulen yang sudah bekerja, bagaimana aku harus menjelaskan izin yang akan kuajukan selama sebulan… wow… “ga’ usah kerja aja sekalian”… pikirku… aku harus tetap profesional meskipun statusku hanyalah serang pegawai Tata Usaha di sebuah madrasah tingkat menengah… aku coba untuk sharing kepada seniorku K’ Oe’bayz… darinya aku mendapatkan informasi bahwa Selaras Outbond akan mengadakan pelatihan “TFT”… satu hal yang membuat aku surprise, Project Leadernya ternyata orang yang cukup kukenal… yah sudah hampir empat tahun aku tidak bertemu… dunia memang aneh… aku bersyukur bisa mengenalnya lebih dulu… setidaknya aku sudah tahu siapa yang akan kutemui terlebih dahulu disana nanti…

Kuberanjak dari buaian mimpi… mencoba mencari sang Mentari… namun masih tertidur pulas diperaduannya, hanya titik-titik cahaya dari beberapa bintang yang masih setia menyinari angkasa… diujung sana sayup-sayup terdengar dari kejauhan beberapa sesepuh di sekitarku bertadarus melalui microphone musholla… belaian lembut sang angin melengkapi suasana subuh hari ini… aku sendiri tak mengerti dengan apa yang kurasakan… senang… bahagia… takut… ah… entahlah… yang aku tahu aku harus secepatnya menyegarkan diri dan bersiap-siap untuk menemui sang penciptaku dalam sujudku… ada rasa tentram disana, aku merasa lebih siap dibandingkan sebelumnya… saat ini hatiku pun berteriak… “yang terjadi… maka terjadilah”… yah apalagi..? aku bukan Tuhan yang dengan mudah menciptakan suatu keadaan seperti yang kuinginkan… setidaknya aku akan tetap berusaha menjadi yang terbaik… seperti tema kegiatan yang ku baca pada brosur… “Satu Langkah Tepat Untuk Menjadi Fasilitator Outbond Yang Handal” walaupun aku sendiri belum benar-benar mengerti apa itu Outbond… ironis memang… jika anda ingin tertawa, tertawalah… aku hanya ingin menjadi multitalent… apapun itu.. bila bermakna bagi orang banyak… so’ what?... karena aku harus berdiri dengan kakiku sendiri dimanapun aku berpijak… meski tidak munafik kadang kala aku membutuhkan bantuan orang lain… tapi apa salahnya bila yang aku inginkan adalah dapat lebih banyak membantu daripada dibantu ? bagiku tidak ada yang salah… hanya saja, kadang pula aku tidak memikirkan diriku sendiri… aku lebih banyak mementingkan kebahagiaan orang lain, kepentingan orang lain… tak tahulah… it’s me.. karena itu hampir setiap orang kukenal selalu mendapat pertanyaan yang sama dariku “Apa kekuranganku…?”

 
 
 
05.05 Wib…

Sedikit berlari ku menyusuri trotoar di perempatan Ciledug… ah andai saja sejak semalam aku cek lagi perlengkapan yang harus kubawa… tapi biarlah, setidaknya aku tidak terlambat sampai Cibubur… oia.. aku lupa bilang kalau pelatihan yang akan aku datangi bertempat di Cibubur, tepatnya di Aula Cemara… aku beruntung mengikuti pelatihan ini, selain biaya yang amat sangat super duper murah banget, fasilitas yang diberikan serta ilmu yang didapat amat sangat tidak sebanding. Setelah kutelusuri ternyata memang Selaras Outbond mengadakan kegiatan-kegiatan sosial seperti ini… waw… satu bentuk kegiatan yang mulia tentunya… pukul 05.28 tepatnya aku sampai di Unix Computer… sebuah tempat usaha yang saya yakin anda juga pasti tahu dari namanya… aku, Iman, Gina dan April… kami berempat berjanji untuk berkumpul ditempat ini… walaupun sayangnya masih saja mereka tidak mencoba menghargai waktu… jam enam kurang lima mereka baru sampai…mau tidak mau kami tidak perlu menunggu bus yang berikutnya… beruntung masih banyak tempat kosong untuk kami, sehingga kami tidak perlu berdiri sampai Stasiun Kampung Rambutan. Pada dasarnya berangkat jam setengah tujuh pun tidak jadi masalah, aku hanya malas bila harus melalui kemacetan di Jakarta. Yah… tidak berubah sampai sekarang… hampir setiap pemimpin yang menjabat selalu mencoba untuk mencari cara agar Jakarta tidak macet… sulit memang… bila dari kita sendiri saja tidak mentaati peraturan yang ada… wong bagaimana programnya bisa berjalan, bila masyarakatnya tidak ikut andil bagian mensukseskan program tersebut.

Tidur… apalagi yang harus kulakukan menunggu kemacetan dari wilayah Kreo hingga Pondok Indah… terlebih aku baru bisa terlelap pukul 02.00 pagi. Oh tidak… baru saja memejamkan mata tiga orang pengamen masuk ke bus yang aku tumpangi dan menyanyikan sebuah lagu lama… yang kurasa… lagu itu sudah dinyanyikannya ratusan kali hingga membuat suaranya agak sumbang. Terlihat dari pakaian mereka yang sudah mulai kusam, serta tubuh mereka yang tak terurus… bisa kupastikan mereka adalah anak-anak jalan yang memang tidak memiliki rumah bahkan mungkin orang tua… Aku tak mungkin menyalahkan mereka, meski jelas sekali sangat mengganggu istirahatku. Mereka butuh makan untuk menyambung hidup, dan hanya inilah kemampuan mereka… menjual suara demi sesuap nasi… ah.. sesak rasanya bila aku membayangkan diriku dan adik-adikku yang berada di posisi mereka… mereka masih sangat kecil, masih berhak mengecap nikmatnya dunia pendidikan, dunia bermain… kubersyukur dalam hati… ku ambil 3000 rupiah dari saku celanaku… meski sedikit aku berharap dapat membantu mereka… tak jadi aku tertidur memikirkan nasib mereka… tapi aku juga hanyalah orang biasa, bukanlah orang yang bergelimang harta dan kekayaan… sementara aku bermain-main di alam pikiranku berharap suatu saat aku dapat menjadi orang besar, aku ingin membahagiakan mereka… tanpa terasa aku sudah sampai di Stasiun Kampung Rambutan… benar kata orang… Janganlah merasakan sebuah penantian, tetapi jalanilah…

“akhirnya..” ucapku pada teman-temanku… sambil berjalan melintasi beberapa mobil yang tertimpa senyuman mentari pagi… “udah nyampe id…” April menimpali dengan gaya’nya yang cukup tulalit… “Udah…” jawabku singkat. “Udah… ko’ banyak mobil…?”. “ya… udah… udah sampe stasiun kampung rambutan… bentar lagi nyampe ko” agak malas aku menjawabnya… “beneran? Berapa lama lagi…?” antusias sekali anak ini… sebuah statement untuknya begitu saja melintas diotakku… “eet.. dah… ny anak… nanya mulu kaya’ wartawan…” gantian Iman yang menimpali pertanyaan anak ini… “lima menit lagi” jawabku. Aku berfikir jawaban apa yang akan membuat anak ini berhenti bertanya, karena masalah ini sudah lebih dari 3 kali aku jelaskan… “beneran…” ada seutas senyum diwajah april.. “Iya… Cuma naek Pesawat Jet…” tak ayal mereka semua terbahak-bahak… tinggal april yang cemberut dengan muka ditekuk delapan… waduh banyak amat… hah… untung cuma satu, bawa perabotan lenong kaya’ gini… pikirku.. o’ow… semua mata tertuju pada kami… tontonan gratis nih… secepatnya kami naik mobil angkutan, takut dikira ada topeng monyet lagi tampil. Mobil pun melesat langsung menuju sasaran. Hanya dalam waktu 15 menit kami sudah sampai di depan Buper Cibubur. Masih 45 menit sebelum acara dimulai. Didepan gerbang spanduk kegiatan sudah bertengger menyambut kami. Sesampainya di pos registrasi kami langsung menanyakan tujuan kedatangan kami, agar sesampainya di dalam kami tidak dianggap sebagai gelandangan nyasar… atau mungkin para sales yang nyasar menawarkan dagangannya. Menyusuri lenggangnya jalan menuju aula… cukup sepi tentunya bila dibandingkan dengan hari libur… tak banyak orang yang hilir mudik melewati kami… hanya ada beberapa petugas sedang membersihkan rumput-rumput liar yang dengan wajah tanpa dosa tumbuh disana. Kasihan petugas-petugas itu menghadapi anak-anak rumput yang susah diatur, padahal lapangannya sudah disiapkan, tapi masih berani juga main dipinggir jalan. Yah... namanya juga anak-anak, susah diatur. Di tengah perjalanan aku mencoba menghubungi Mas Febry selaku Project Leader kegiatan ini. “Hallo… siap komandan, pasukan sedang menuju target sasaran… diperkirakan 5 menit lagi sampai, tapi bisa 20 menit lagi sampai kalau sambil tiarap”. Diseberang telepon komandan menjawab dengan tegas… “kalau yang murah ada…”. “yang murah cuma 5 ribu sambil guling-gulingan” jawabku santai namun tegas… “ya sudah, saya pilih yang sambil guling-gulingan saja”… “siap komandan… perintah dilaksanakan… laporan selesai”… “tutup telepon”… perintah komandan bak gaya sang letnan mayor menyuruhku… “siap… tutup telepon…” (perhatian… mohon jangan dipercaya cerita yang satu ini… sumpah… ngibul abiz…).

Aula cemara tepat berada di samping kolam renang, ya… ini dia tempatnya. Aku sudah dapat membayangkan aula yang akan digunakan untuk kegiatan indoor nanti. Tepat didepan pintu terpasang spanduk besar kegiatan. Tanpa pikir panjang aku mengajak teman-temanku untuk langsung menuju ke tempat registrasi. Sesampainya di pintu kami bersalaman dengan panitia, menerima begitu banyak senyum yang dilemparkan dari para panitia, dan begitu banyak tanda tangan dan foto yang diminta para fans (satu lagi yang jangan dipercaya). Ada beberapa panitia yang terlihat sibuk mendata peserta yang mengikuti kegiatan. Ada yang ngasih makan monyet peliharaannya (bo’ong juga), ada juga yang sedang menyiapkan ransum 4 sehat 5 sempurna untuk para peserta nanti siang. Kamipun diminta untuk mengisi formulir peserta sejenis Curriculum Vitae alias biodata kami. Untungnya ga’ diminta fotocopi KTP, Ijazah terakhir, SKCK sama bikin surat lamaran. Yang ada bukannya ikut pelatihan malah nyari kerja lagi. Setelah kami selesai mengisi formulir kamipun difoto satu persatu seperti tersangka kasus penculikan dan mutilasi anak curut di bawah umur. Sayangnya fotonya ga’ boleh nambah, kalo boleh sih pengen difoto yang lagi mandi. Eiit… sensor… ga’ boleh. Kami pun satu persatu diberikan buku panduan serta pulpen. Kalau ga’ ada yang tau apa itu pulpen… berarti pena… tau pena… pe.. e.. pe.. en… a.. na… peeena… bagus anak-anak… kamu memang pintar… kita lanjutkan lagi dongengnya yah… setelah urusan administrasinya selesai kami pun dipersilahkan untuk duduk ditempat yang diinginkan. Hanya saja ga’ boleh diatas pohon, takut nanti dikira gorilla nyasar. Aku sendiri langsung keluar untuk mencari udara segar sekaligus mencari sarapan. Harus kulakukan memang… karena sejak tadi karyawan-karyawan diperutku sudah mendemo minta diberikan haknya sebagai cacing. Kucoba untuk mendekati tukang ketoprak yang sedang kebanjiran order, “Mas… pesen 1 ga’ pake mecin, ga’ terlalu pedes n ga’ pake lama..” “Beres…” jawabnya… aku kembali ke bawah pohon disamping tukang rokok yang berada persis di depan aula menunggu ketoprak yang kupesan. 1 menit… 5 menit… 10 menit… 30 menit… sabar banget yach… segitu sabarnya sampai aku ga’ jadi makan ketoprak… huh… cacing pun mulai berorasi di dalam perutku… mengibarkan spanduk… mendobrak pagar betis yang dibuat pasukan bakteri lambungku… meneriakkan yel-yel… memprotes kekejaman pemilik badan yang tidak memperdulikan nasib rakyat kecil seperti mereka… sungguh kasihan sekali… bayangkan saja sudah 3 bulan mereka tidak makan kambing guling… ironis memang… tapi itulah rakyat kecil… mereka lebih kuat dari para pemimpin-pemimpin mereka… karena mereka tetap menyelesaikan tugasnya dengan baik… tidak seperti pemimpin mereka yang baru telat sedikit bayarannya… sudah malas-malasan bekerja… inilah negeri kita… negeri yang selalu dibangga-banggakan bahkan oleh warga Negara lain… lalu… kenapa kita tidak bangga dengan Negara kita sendiri…? Kenapa tidak kita jaga negeri kita sendiri ? jika orang lain perduli dengan nasib bangsa ini… kenapa justru bangsa ini yang tidak perduli dengan nasibnya sendiri…?

 

09.35… Aula Cemara, Cibubur

… Assalamu’alaikum Warrahmatullahhi Wabarakatuh… seorang panitia memperkenalkan diri… dialah Tedyansyah pembawa acara di kegiatan kali ini… darinya aku tahu peserta pelatihan kali ini ada 37 orang, campuran antara pria dan wanita, tunggal putra/putri, ganda putra/putri, dan ganda campuran (sumpah ngaco banget…). 6 orang dari kaki langit yang merupakan owner dari Selaras Outbond juga, dan 5 orang dari Bandung yang belum menampakkan batang hidungnya hingga saat ini. Setelah beliau memperkenalkan diri, gantian kami yang diperkenalkan dengan cara disebutkan namanya satu persatu, persis seperti siswa SD yang baru ketika masuk di tahun ajaran baru. Tiba-tiba ada 5 makhluk tak dikenal memasuki kawasan kami. Datang tak dijemput, pulang tak diantar (emangnye jelangkung…), dan ternyata makhluk tersebut adalah 3 (tiga) peyem dan 2 (dua) pisang. Maksudnya 3 peyempuan geulis pisan dan 2 pengawalnya dari Bandung. (sory ya rossi, ega.. just kidding). Setelah peserta lengkap kami diminta untuk menuliskan biodata teman-teman kami sekaligus berkenalan. Dan agar membuat kami lebih dekat kami diminta untuk menuliskan biodata dari nama, tanggal lahir, nomor telepon sama nomor sepatu bokapnye… ga’ nyambung kan… tapi sumpah asyik banget…

Akhirnya acara pembukaan dilaksanakan dengan membaca do’a menurut keyakinan masing-masing. Seandainya ada yang penganut agama selain Islam dipersilahkan untuk membaca do’a menurut ajarannya, bahkan bila masih ada yang termasuk penganut animisme juga dipersilahkan untuk mencari pohon angker terdekat.

Materi pertama pun dimulai, pada sesion ini Mas Helmy memperkenalkan kepada kami tentang Selaras Inti Prima secara keseluruhan (Profile Selaras), baik tentang kaki langit adventure camp, selaras outbond, selaras consulting, bahkan kami diperkenalkan nama-nama perusahaan yang pernah bekerja sama dengan Selaras. Disitu timbul rasa kekagumanku terhadap selaras, mereka mau terbuka tentang perusahaannya, bagaimana mereka bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, bahkan mereka memberikan resep agar dapat meningkatkan kemampuan diri tanpa mengharapkan balasan apapun. Sejak saat itulah aku menjadi lebih dan lebih semangat lagi mengikuti setiap kegiatan yang dijadwalkan. Session pertama pun ditutup dengan acara makan siang…

Akhirnya… aku bisa menebus rasa bersalahku kepada seluruh karyawanku. Cacing-caing pun kembali semangat berorasi melakukan yel-yel agar secepatnya dikirimkan bantuan logistik untuk mereka. Didepan masakan yang tersedia… tanpa terasa aku menelan ludah… glek.. Ga’ salah ny… padahal bayarnya Cuma 150 ribu… tapi makanannya… ga’ abis pikir… Paha yang mulus, montok… kuning langsat… dah gitu lagi berenang di kolam kuah sayur membuat nafsuku menggebu-gebu… maksudnya nafsu buat makan… jangan negative thinking… belum lagi buah-buahannya yang ada di letakkan didepan… depan mana tuh… depan meja… aseli maknyuss… rasanya bu’… meledak di lidah… ngegelitik ditenggorokkan.. nendang diperut… makanan di restoran mahal mah… yah… lewat… lewat depannya doank maksudnye… abiz mahal banget harganye…

Selesai memuaskan nafsu laparku… panitia mempersilahkan kami untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan hingga acara berikutnya pada pukul setengah dua siang. Untuk putra bertempat di Wisma Pattimura, sedangkan untuk putrinya bertempat di Wisma Teuku Umar. Berhubung peserta putra lebih banyak dari pada putra, maka semua kamar digunakan, sementara untuk putri hanya satu kamar yang digunakan. Aku sendiri memilih kamar yang paling depan. Selain aku dan Iman, masih ada Jae, Muhammadun, Asep, Iyus, Hadi dan Rahman. Entah kenapa… padahal baru saat itu kami saling mengenal tapi kami sudah seperti keluarga. Bahkan setelah kegiatan berakhir pun kami masih saling bertukar informasi dan saling menyemangati… ada juga salah satu peserta yang bernama “Uum” mengirimkan puisi yang berbunyi… Atas dasar rahmat Allah dan didorongkan oleh keinginan yang luhur… maaf salah baca… begini puisinya…

Ga’ semua bunga...

Bisa menjadi lambing cinta...

Tapi Mawar bisa...
Ga’ semua pohon...

Bisa hidup dengan sedikit air...

Tapi kaktus bisa...

Dan ga’ bisa semua orang...

Bisa menjadi seperti keluarga...

Tapi kita... bisa...
 

Tersentak aku membacanya… mendobrak kejujuran sukmaku… yeah… we are family… the big family… TFT… are you ready…?

 

01.25… my room

 

Lima menit lagi… aku bergegas mengenakan sepatuku, karena kegiatan kali ini adalah outdoor dan harus mengenakan sepatu demi standar keamanan. Tentunya kita tidak berharap terjadi hal-hal yang tidak diinginkan… tapi setidaknya kita bersiap terlebih dahulu sebelum hal yang tidak diinginkan datang mendahului kita. Semua peserta keluar dari kamarnya masing-masing untuk menuju aula. Sesampainya di aula kami dipersilahkan untuk mengisi ulang dan membawa botol minum yang kami miliki ke lapangan. Setelah penjelasan mengenai kegiatan berikutnya kami pun diminta untuk menuju lapangan yang sudah disiapkan panitia… ada beberapa panitia yang datang lebih dulu dari kami. Dan ternyata mereka adalah Fasilitator kegiatan kali ini... semangat dari semua peserta yang mengikuti kegiatan kali ini membuat semangatku bertambah… 3 (tiga) prinsip dasar yang harus disepakati oleh kami selama mengikuti kegiatan adalah positive thinking, kesetaraan dan spontanitas… tanpa prinsip tersebut, tak akan ada yang kami dapatkan dari kegiatan ini… kami dipecah menjadi tiga kelompok dengan cara yang amat sangat unik… pertama… dalam hitungan ke lima kami harus memilih satu diantara tiga lingkaran untuk berdiri didalamnya.. setelah itu kami diperintahkan untuk mencari nama kami dibalik kertas origami berbagai warna yang sudah disebar diareal kegiatan oleh panitia… seperti anak ayam dalam kurungan… kami berjalan mondar-mandir mencari kartu origami yang berisi nama kami… setelah kami mendapatkannya kami diminta untuk mencari teman kami yang memiliki warna sama pada kartu origami yang kami memiliki… aku sendiri mendapatkan warna pink… dan terkumpulah pasukan pinky boy dan pinky girl yang berjumlah 12 orang… sumpah ngepink banget… selanjutnya kami diminta untuk memilih ketua kelompok, memberikan nama kelompok, membuat yel dan lagu kelompok dalam waktu 5 menit… akhirnya untuk ketua kelompok terpilihlah Panca, lengkapnya Ari Panca bla.. bla… bla… ga’ tw lagi dah, perawan tulen dari Jogja yang katanya mau nikah sama orang medan ini memang kebetulan menggunakan pakaian super pink… dari atas sampe bawah pink semua… ga’ salah memang… cuma kasian aja jadi korban pemilu secara sepihak… dan sesuai dengan permintaan kepala suku kami, maka kelompok ini kami namakan elang dengan pengucapan orang medan… tau lah kau… padahal jogja asli, tapi nekuk bener kalo ngomong logat medan… sementara untuk yel dan lagu kelompok, aku tunjukkan keahlianku bergoyang dombret… yah.. lumayanlah tiga tahun di Banten jualan daon… waktu yang diberikan pun habis… kami diminta untuk menampilkan yel dan lagu kelompok masing-masing… ada dua kelompok lagi selain kelompok kami, kelompok buaya, dengan emak buaya alias sesepuhnye dari diimpor khusus dari Bandung, Sandri. Dan kelompok satu lagi kelompok singa… setiap kelompok menampilkan aksinya masing-masing… tiba giliran kami… dan ternyata… aku dibilang salah kelompok… aku kan jadi cedih… maca aku dibilang calah kelompok… aku ga’ calah ko’… aku kan cuma yel-yel… emang ci… pede banget aku yel-yelnya… pake goyang-goyang domblet cegala… tapi kan niatnya aku cuma pengen menghibul ajach… dah gicu… maca aku dibilang kaya’ cewe… kan padahal kalo mayem aku emang jadi cewe… he.. he.. he..

Radiasi… what’s that…? Outbound yang pertama kali kami mainkan setelah ice breaking (klip & klep, how you ever) yang di bawakan oleh mas Dedi… membuat kami banyak berfikir dan belajar hal yang sebenarnya tentang outbound… kami diminta untuk memasukkan 10 bola, 2 bola tennis dan 8 bola mainan, dengan alat sebuah paralon dan 3 utas tali… dan syaratnya kami tidak diperbolehkan melewati batas garis yang sudah ditentukan… kami mencoba mencari berbagai macam cara, tali temali yang kukuasai serta kemampuan mengamati sigon dan bantuan keseimbangan dari teman-teman yang lain, membuat emosi kami tertantang saat bola-bola tersebut seenaknya saja berjatuhan keluar lubang tanpa meminta izin terlebih dahulu… kekurangan kami, kesabaran kami dan keikhlasan serta jiwa besar kami di uji pada outbound ini… meskipun kami tidak mendapatkan target yang diinginkan… banyak hal yang begitu membekas terukir jelas dalam jiwa kami…

            Dan itu dibuktikan di outbound yang kedua, Mas Teddy meminta kami untuk membawa keluar sebuah sebuah galon dengan bola diatasnya dengan bantuan alat sebuah tali.. galon dan bola tersebut dianggapkan sebuah bom… dan kami harus bekerja sama untuk melewati rintangan-rintangan yang amat sangat sensitif dan melenyapkan bom tersebut. Karena itulah outbound ini dinamakan “Bom Deactived”… tanpa pikir panjang kami langsung membuat simulasi rintangan… kali ini pembahasan yang kami lakukan lebih tenang, kami merasa lebih siap dan lebih kompak dibandingkan outbound yang pertama… seperti yang sudah kubilang diatas… semuanya begitu membekas di jiwa kami… kesalahan-kesalahan yang ada tidak kami perdebatkan, tetapi langsung kami cari dimanakah letak kesalahan itu… dan hasilnya… bisa anda bayangkan… hanya dalam waktu 4 menit 28 detik kami sanggup menempuh target yang diinginkan… sementara kelompok yang lain harus menempuh waktu lebih dari 7 menit… luar biasa bukan…

            Dan manusia tetap manusia… tempat lupa, salah khilaf, dan dosa… kesombongan yang begitu tajam memecahkan bangunan kekompakkan yang kami ciptakan… tak satupun target yang kami capai dalam “Danger River” dengan Fasilitator Mas Febry… kami diminta untuk melewati sebuah sungai deras dengan bantuan 6 buah bangku kecil yang hanya muat untuk dua pasang kaki. Sementara kami tidak boleh menyeberang sebanyak dua kali… dan anggota yang ada sebanyak dua belas orang, jadilah kami seperti orang-orangan sawah… pegang-pegangan… peluk-pelukan… eit.. positive thinking bro’… saling menjaga teman disekelilingnya agar tidak jatuh… tiban sana tiban sini… kaki yang satu didepan, sementara yang satunya lagi diinjek temen… ikhlas bu’… bangeeeet… nikmat banget rasanya… tapi itulah… banyak hikmah yang kami ambil disini… padahal outbound tersebut bertemakan team building, tapi sudah hancur duluan karena kesombongan semata… itulah manusia… tapi bukankah, kita semua selalu belajar, meskipun itu adalah hal yang sudah pernah kita pelajari…

            Azan maghrib pun berkumandang menggetarkan seluruh raga, sudah cukup gelap rupanya. Sungguh tak kusadari karena mungkin terlalu semangatnya aku mengikuti kegiatan ini, yach… sudah waktunya istirahat kurasa. Didepan kami Mas Roy, salah satu sesepuh di Selaras yang nama aslinya tidak pernah mau disebutkan ini berbadan atletis, dan satu hal yang anda perlu ketahui, seandainya anda melihat seorang pria di Selaras yang berbicara selalu dengan senyuman maka dialah orangnya, tapi ingat… senyuman bukan cengiran… kalau selalu nyengir itu bukan Mas Roy… tapi orang gila… mohon dibedakan agar tidak salah persepsi. Karena ditakutkan dari salah satu pihak mengajukan komplain kepada penulis, bahwa nama baiknya tercemar. Bila yang mengajukan Mas Roy tidak jadi masalah. Bagaimana kalau yang mengajukan komplain adalah si orang gila, wah… bisa repot urusan. Masih dengan ciri khasnya Mas Roy menanyakan kepada kami apa yang kami rasakan setelah mengikuti 3 materi Outbound yang baru saja kami lakukan. Saat ini kami sengaja diminta untuk menjadi peserta, agar kami dapat membedakan antara Outbound dan Outing. Aku tak tahu yang peserta lain rasakan, tapi aku dan beberapa temanku sudah pasti melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan. Mulut sedikit terbuka dengan pandangan tetap tertuju kepada Mas Roy sambil mengangguk-angguk. Kami seperti anak TK yang baru dijelaskan cara berhitung dan membaca. i.. en… i… ni… ini… be… u.. bu… de… i.. di… budi… ini budi… Ya seperti itulah… Kegiatan ini membuat seluruh peserta yang tidak mengerti menjadi mengerti, dan yang mengerti menjadi lebih mengerti lagi. 

 
06.10… Cibubur

            Kami pun kembali ke Aula untuk mendengarkan informasi untuk kegiatan nanti malam. Informasi yang di dapat adalah bahwa kami baik laki-laki maupun perempuan kalaupun ada yang campuran juga termasuk, untuk beristirahat mandi sore dan shalat maghrib di kamar yang sudah disediakan. Pukul 07.00 tepat kami diminta untuk kembali ke Aula untuk melaksanakan makan malam. Aku pun segera bergegas untuk masuk ke kamarku. Agar tidak perlu mengantri untuk ke kamar mandi. Karena kamar mandi yang disediakan hanya 4 buah. Semakin lama aku mengantri sama saja dengan semakin lama aku membuang waktu untuk melaksanakan kewajiban yang waktunya sangat singkat ini. Oh… tidak, aku terlambat sepersekian detik dari teman sekamarku. Tapi tak apalah, lagipula keringat dibadanku belum benar-benar mengering. Ku buka jendela kamarku, merasakan sejuknya pelukan angin malam yang mulai berdatangan. Diluar dari arah depan terdengar cukup bising, masih ada beberapa temanku yang asyik bersenda gurau melepaskan penatnya. Inilah kami.. ada yang SKSD, ada yang asyik sendiri dengan teman setianya, asap tembakau… dan banyak juga yang sedang merayu para peserta wanitanya yang masih diluar wisma karena menunggu antrian di kamar mandi, pada dasarnya para pria lebih berharap mendapatkan tambahan logistik nanti malam. Hah… kusela nafasku sambil tersenyum memandangi peristiwa ini, hari yang amat membahagiakan… setidaknya untukku. Dua hal yang sudah ku dapatkan sekarang, ilmu dan keluarga baru.

            “Id… dah selesai tuh, cepetan… keburu diserobot orang ntar” sekeluarnya Iman dari kamar mandi. aku menoleh sesaat dan berbalik ke arah Iman. “Man, ente bawa sabun mandi ga’…?”, pintaku padanya. “Udah ditinggal di dalem…!!” jawabnya singkat. Perlengkapan mandi yang lain sudah kubawa, dan sabun sudah ada didalam, apa lagi yang kutunggu. Aku langsung menuju kamar mandi yang ditinggalkan Iman. Kubuka bajuku sambil berbalik menutup pintu. Sedikit kaget aku dibuatnya, karena pintunya sama sekali tidak memiliki kunci. Untung saja ada ember yang bisa kuiisi air. Dengan ember kujadikan sandaran pintu agar tidak mudah dibuka. Kalaupun ada yang tetap membandel menyerobot masuk. Santai saja… penghuninya batangan semua.

            Segar rasanya setelah memanjakan jasad ini dengan butiran-butiran air dingin, tak ingin ku berulang kali keluar masuk kamar mandi, karena itu aku langsung berwudhu untuk melaksanakan shalat maghrib. Alhamdulillah, teman-teman sekamarku sudi menungguku untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Iqomah dikumandangkan dan kamipun larut dalam sujud kami masing-masing. Bersyukur atas nikmat dan rahmat yang diberikan. Dan memohon ampunan atas segenap kesalahan-kesalahan yang selalu saja kami perbuat. Serta memohon maghfirah dan keselamatan dunia akhirat. Apalah hidup ini bila tak diisi dengan ibadah. Bila menurut kebanyakan orang berpendapat bahwa shalat itu adalah kewajiban yang paling utama umat muslim, bagiku salah. Shalat bukanlah kewajiban yang paling utama bagi umat muslim. Shalat adalah kebutuhan yang paling mendasar dan utama bagi seluruh umat di dunia. Bagaimana kita dapat mengadukan permasalahan hidup kita didunia tanpa berbicara langsung pada-Nya…? Bagaimana kita dapat berterima kasih atas seluruh nikmat yang diberikan tanpa berbicara kepada-Nya…? Dan bagaimana harapan dan permohonan kita dapat dikabulkan… bila kita saja tidak mau berbicara sendiri pada-Nya…?

            Seandainya cacing-cacing diperutku tidak terprovokasi oleh beberapa temannya untuk mulai mendemo, tentunya aku ingin sekedar merebahkan badan ini… ah tapi biarlah, lebih cepat lebih baik, tidak perlu mengantri. Aku, asep dan rahul menuju aula lebih dulu, karena kalau menunggu yang lain… jangan harap… keburu yang demo makin ngamuk.

 
 
06.45… Aula Cemara…

            Kurang lebih pada pukul itulah aku diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan si seksi… montok… bohay… geboy… mulus… dan kuning langsat yang sedang bugil. Tapi sayangnya kali ini dia tidak sedang berenang di kolam, akan tetapi sedang berendam di Lumpur hitam. Dengan tambahan sayur sop dan kerupuk, paha ayam bumbu kecap memang nikmat... cukup lahap aku menikmati hidangan yang disediakan, mengingat nanti malam.. aku harus memiliki banyak energi. Karena kuyakin akan banyak sekali kegiatan-kegiatan menarik dan aku tak ingin ketinggalan sedikitpun. Setelah istirahat sejenak setelah makan malam, aku pun kembali berkutat dengan daya ingat dan daya pikirku, karena materi kali ini sama sekali belum pernah kuterima. Hypnotherapy, Mas Bekti yang juga merupakan alumnus TFT angkatan sebelumnya menanyakan kepada kami apa yang kami ketahui tentang Hypnotis. Banyak komentar yang keluar dari teman-temanku, yang rata-rata secara garis besar isinya adalah hypnotis merupakan salah satu tindakan kriminal yang kerap terjadi di sekitar kita. Walaupun ada juga yang berpendapat lain. Menyalurkan pemikirannya dalam forum seperti ini. Aku suka sekali situasi seperti ini… situasi dimana bukan hanya aku, tetapi semua orang disekitarku ingin menjadi orang yang hebat… dan menjadi luar biasa… dengan antusiasme, dan semangat dalam diri yang seakan tak pernah habis.

            Materi yang diberikan cukup meninggalkan kesan dihatiku… karena yang diberikan bukan hanya teori, tapi juga praktek. Konsep presentasi yang tidak monoton dan diselingi dengan musik, menjaga otak kami tetap segar selama menerima materi. Walaupun aku sempat dibuat hampir tertidur saat diminta mempraktekkan hypnotheraphy dengan memejamkan mata.

            “Coba anda bayangkan, saat ini lidah Anda menjulur dan saya membelah mangga yang masih muda dan sangat asam rasanya, kemudian saya tempelkan di lidah Anda potongan mangga tadi… Respon fisik apakah yang diciptakan…?” dengan perlahan Mas Bekti menjelaskan apa yang harus kami lakukan. “Mampus gw… yang jelas… gw pengen banget makan rujak sekarang…” jawabku dalam hati.

            Seperti itulah yang dijabarkan Mas Bekti, bahwa sugesti akan menciptakan suatu respon fisik pada tubuh. Beliau juga menjelaskan fungsi spesialisasi hemmisfer otak, tahapan proses hypnosis, represensasional system serta building report agar kami dapat lebih mudah mempraktekkannya kepada orang-orang disekitar kami, yang tentunya kesemuanya itu diharapkan untuk hal-hal yang positif.

            Materi pun ditutup dengan beberapa pertanyaan dari peserta. Waktunya coffe break… yah sekedar melepaskan ketegangan dan menghilangkan kantuk, kuambil teh manis yang sudah disiapkan panitia dengan beberapa cemilan cepuluh dan cebelas berupa kacang rebus. Kusempatkan diriku mengenal lebih banyak teman-teman yang lain serta beberapa panitia yang memang sudah seharusnya aku mengenal mereka lebih dekat. Agar suatu saat nanti aku tidak perlu lagi ragu untuk bertanya kepada mereka tentang permasalahan outbound.

            Spontanitas… mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan saat ini… tertawa lepas dan bercanda gurau seperti sudah mengenal bertahun-tahun… bercerita tentang pengalaman hidupnya yang menarik… seakan-akan kami adalah saudaranya… sebuah moment yang tak akan bisa tergantikan dengan apapun… Selaras… You’re The Best Providers…

            Materi selanjutnya adalah KPI, yang harus kuakui kalau aku baru mengetahui KPI adalah singkatan dari Keep Performance Indikator… dan siapa yang membawakanya… Yupz… anda benar… 100 buat anda dan 1000 buat saya… siapa lagi kalau bukan Mas Aldy… yang super duper cooooollll…. Tokoh yang satu ini juga merupakan sesepuh di Selaras, pembawaannya yang tenang membuat daya tarik tersendiri bagi siapapun berbicara dengannya… banyak hal yang membuat materi ini begitu menarik, pertama materi ini sangat dibutuhkan bagi siapapun untuk menjadi seorang fasilitator, karena disini juga dijelaskan unsur-unsur keberhasilan pelatihan, alat ukur KPI itu sendiri, cara membuat program/materi pelatihan, proses kerja fasilitator dan bahkan bagian paling akhir setiap pelatihan yaitu debrief. Singkat… jelas… padat… dan begitu bermakna. Dan yang kedua seperti yang sudah-sudah, cara mempresentasikan yang tidak monoton. Diselingi dengan humor segar dan games seru yang bernama “Jendela kata”, yang dimana seluruh peserta membuat kelompok sebanyak 6 (enam) orang, kemudian masing-masing orang menuliskan kata sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan olahraga, setelah waktu diberikan habis… seluruh peserta membandingkan kata-katanya masing-masing terhadap teman sekelompoknya untuk mencari kata yang sama yang dimiliki oleh seluruh anggota dalam satu kelompok. Sayangnya dalam kelompokku hanya 1 kata yang semua anggotanya memilikinya. Hal seperti itulah yang membuat kami selaku peserta tidak sedikitpun mengalami kejenuhan. Saat waktu menunjukkan pukul 12.15 WIB, tak terasa memang ternyata sudah secepat itu kami berjalan menembus waktu, Mas Aldy mempersilahkan kami untuk mengajukan 3 buah pertanyaan mengingat waktu yang semakin sempit. Aku pun bingung jika hanya 3 pertanyaan berarti masing-masing orang 1 kesempatan, sementara aku memiliki 3 pertanyaan. Bersamaan dengan mencari kesempatan untuk bertanya, kuputar otakku untuk membuat sebuah konsep pertanyaan yang dapat menjawab ketiga pertanyaan yang menurutku amat sangat penting untuk ditanyakan. Saat sudah kutemukan caranya, satu kesempatan sudah diambil oleh Jae, teman sekamarku. Begitu ada kesempatan berikutnya tak kusia-siakan sedikitpun, begitu aku mengangkat tangan untuk bertanya, bukan untuk absent, aku bersyukur Mas Aldy memilihku untuk mengajukan pertanyaan. Dan Alhamdulillah aku patut bersyukur, menurutnya pertanyaan yang kuajukan sangat bagus. Tak sia-sia tentunya ilmu yang kupelajari sejak aku datang tadi pagi… dan satu lagi pertanyaan yang entah aku lupa dari siapa lagi. Ketiga pertanyaan dijawab dengan singkat dan jelas. Meskipun ada beberapa penjelasan dari pertanyaan yang kuajukan yang dijanjikan oleh Mas Aldy akan dijawab oleh Mas Roy pada materi esok pagi. Menurutnya pertanyaanku berkaitan juga dengan materi yang akan dibawakan Mas Roy. Yach… apa salahnya bersabar sesaat menunggu jawaban untuk pertanyaanku sendiri, anggap saja seperti menunggu potongan-potongan mozaik yang membentuk lukisan kehidupanku.

            Berakhir sudah materi yang dibawakan oleh Mas Aldy. Tiba giliran Mas Roy untuk menjelaskan materi terakhir untuk hari ini. Aku sudah menunggu materi ini sejak kuinjakkan kakiku ditanah Cibubur ini. Fire Walking… bagaimana aku harus melaluinya? Berjalan di atas api tanpa menggunakan alas sedikitpun? Satu kalimat Mas Roy yang masih teringat jelas dalam memoriku, “anda tidak akan pernah bisa jika anda masih merasa takut, jika anda yakin anda bisa, maka anda akan bisa melaluinya… dan saat anda berjalan diatasnya… itupun setelah aba-aba dari saya… anda kepalkan tangan anda… dan teriaklah dengan lantang… saya bisa… saya bisa… berulang-ulang selama anda berjalan diatas api… nanti diakhir perjalanan anda… anda akan disambut oleh teman kami untuk men-tost anda… dan menyalami anda karena anda adalah orang yang luar biasa…”. Setelah dijelaskan standar keamanaannya, aku langsung yakin bahwa aku bisa… dan aku harus menjadi yang pertama. Setelah di bawa ke tempat pembakaran masal, sayangnya sudah ada yang mendahuluiku, sebut saja namanya syarif… karena memang itulah namanya.

            Bahkan bulanpun takut… meski hanya sekedar menatap apa yang akan kami lakukan, bersembunyilah dia dibalik awan kelabu… hanya angin malam yang dengan setia membantu kami dengan menjaga hembusannya agar sang api tidak menjadikan kami sebagai musuhnya… suara jangkrik dan binatang-binatang malam turut menyaksikan dengan harap-harap cemas… suatu tontonan gratis untuk mereka… tapi tak apalah… selama mereka masih turut mendo’akan keberhasilan kami… kedua kakiku dibalurkan minyak tawon oleh Mas Febry, dan aku diperintahkan untuk mencelupkan kedua kakiku kedalam ember yang berisi air..

            Satu hembusan nafas tertahan di rongga paru-paruku, lalu perlahan dialirkan ke jantungku membuat diriku sedikit grogi tentunya, teriakan penyemangat dari teman-teman dibelakangku, teriakan Sandri yang selalu bilang kebelet pipis padahal niatnya hanyalah alasan untuk kabur dengan semua peserta putri… membuat aku membulatkan tekad untuk menunjukkan pada mereka… seperti yang dikatakan Mas Roy beberapa saat yang lalu… bila kita yakin kita bisa… maka kita akan bisa… sugesti itulah yang harus selalu digunakan bila kita merasakan takut menghadapi apapun… “siap id ya…” ucapan Mas Roy cukup jelas terdengar di gendang telingaku… meski dibelakang hiruk pikuk kecemasan teman-temanku dari kaum hawa… minyak tanah di siramkan ke atas arang dan langsung disambut dengan siraman bensin yang sudah disiapkan sejak awal… hanya dengan satu sulutan batang korek api… blarrrr…. Api berkobar di depanku… sedikit percikan api terlontar dari arang yang siap menjadi bara… sesaat aku berfikir… jika di dunia saja kobaran api yang berkilat-kilat bisa menggetarkan jiwa dan ragaku… menghancurkan dinding sukmaku… bagaimana di neraka… “Subhanallah… ku menangis dalam hati… sesak dadaku dibuatnya… bukan karena takut menghadapi kobaran Api yang ada di depanku… tetapi aku takut bila harus menghadapi api neraka nanti… begitu hinanya aku... tubuh yang berlumur dosa ini sangatlah pantas untuk dijebloskan ke neraka… tapi bagaimana mungkin aku sanggup… bila dihadapan api dunia saja aku sudah seperti ini… ya Rabb’… ampunilah diriku..” pintaku dalam hati… api menjilat pakaianku tanpa ampun dan aku merasakan kehangatan yang menjalar disekujur tubuhku yang dikirim melalui untaian syaraf-syaraf dari telapak kakiku saat langkah pertamaku benar-benar menyentuh seluruh arang yang telah menjadi lautan api… dilangkah kedua kumampu berteriak lantang “aku bisa… aku bisa…” meski hati tetap menjerit memohon ampunan… dilangkah ketiga… di bawah sadarku ku coba membayangkan bila ini adalah jembatan shiratul mustaqim… sampai kapan ku akan bertahan… di caci langit oleh tak sanggupku menjerit… hitam awan pasrah kujilati… kusam hidup ini kudekap dengan muaknya kuterlelap… hidup yang hingar dengan sadar aku gentar… langkah demi langkah berlalu tanpa kutahu apa yang kurasakan… aku sudah berada diujung jalan.. tanganku langsung melakukan tost kepada salah seorang panitia yang langsung kukenal meski dikegelapan malam, ya… Mas Dedy yang menyambutku… meski ada 1 kebahagiaan dan 1 kesedihan yang masih bertarung di angkasa jiwaku… kebahagiaan akan keberanian yang sudah dapat kulakukan untuk menyelesaikan tantangan yang kuyakin, tidak banyak orang yang sanggup melakukannya… dan kesedihan yang kan terus berakar bila mengingat bahwa yang kulalui barusan hanyalah 1 berbanding 70 diakhirat nanti…

            Tapi setidaknya aku lega… Allah masih memberikanku kenikmatan untuk bernafas dan merasakan kasih sayang dari seluruh orang yang kukenal didunia ini… tanpa kasih sayang… hidup akan terasa hambar bukan… satu langkah pasti bila ingin membuat dirimu mendapatkan fans… lakukanlah seperti yang kulakukan… baru saja aku mencari sandalku… hampir semua wanita menghampiriku… meskipun sekedar bertanya… “Id… rasanya gimana…?” ada juga yang bilang “sakit ga’… bo’ong lo’… masa ga’ sakit…?”. Aku hanya bisa tersenyum lebar sambil memberikan jawaban… “rasain aja sendiri… dijamin pasti nambah”. Benar saja yang kubilang hampir semua wanita yang berniat kabur akhirnya malah nambah… kaya’ makan di warteg ajach… akhirnya semua peserta pun turut merasakan kelembutan jilatan api yang tercipta di atas arang. Satu lagi keberhasilan para fasilitator Selaras tentunya, yang dapat meyakinkan kami para peserta melakukan tantangan yang mungkin tidak akan dilakukan seumur hidup kami.

            Setelah acara selesai, kami dikumpulkan lagi di Aula untuk disampaikan informasi bahwa besok pagi kami harus sudah berada di lapangan untuk sedikit berolah raga dan melatih vokal. Karena seorang fasilitator juga harus memiliki vokal yang baik. Minimal dapat terdengar jelas oleh seluruh peserta selama rangkaian acara berjalan. Kami pun dipersilahkan untuk kembali ke kamar masing-masing. Sebenarnya aku tidak terlalu lelah, mungkin bukan tidak terlalu lelah tapi tidak terasa. Padahal di hari-hari biasa mungkin aku sudah terlelap dari jam 10 malam. Di luar masih ada beberapa temanku yang mengobrol untuk beristirahat sejenak sekaligus menghilangkan kegerahan yang masih bersemayam dalam tubuhnya. Sementara aku langsung menuju ke kamar mandi membersihkan muka dan mengambil wudhu, karena aku belum sempat shalat isya’. Aku tak ingin menunda-nunda, karena ku takut tidak sengaja terlelap begitu saja. Beberapa kaum hawa di wisma sebelah pun masih bercanda di teras untuk lebih mengakrabkan diri masing-masing. Huh… akupun dengan beberapa teman sekamarku shalat berjama’ah.. selesai kulaksanakan kewajibanku… kumanjakan diriku diatas pulau kapuk nan empuk.. .. sedikit terbatuk.. ku sampaikan kepada seluruh penghuni kamarku… ehem.. ehem.. dah mayem… waktunya meyem.. jangan ceneng dugem… baca do’a biyal tidulna adem… n ga’ mimpi ceyem… itungan ke enem… ayo meyem… muyutna mingkem… met mayem… akhirnya aku bisa terlelap… ku terbuai di alam mimpi… dan “khooook… khoook”… sayup-sayup suara makhluk luar angkasa terdengar disebelahku… oh tidak… ada yang ngorok ternyata…

 

05.15… 30 April 2008… My Room…

            Cahaya lembut sang mentari mengetuk kedua kelopak mataku… oh… tidak… jangan sampai aku terlambat shalat subuh… sedikit berlari aku menuju kamar mandi untuk berwudhu… kutunaikan shalat subuh dua rakaat sendiri… karena beberapa temanku sudah bangun lebih dulu dan masih juga beberapa yang belum bangun… setelah selesai kucoba untuk membangunkan temanku yang masih berenang di danau yang dibuatnya sendiri… setidaknya aku hanya mengingatkan bahwa jam 06.00 kita semua harus sudah berada dilapangan dan siap untuk olah raga serta latihan vokal… ingin rasanya ku sedikit saja merasakan lelapnya tertidur kembali… namun kuingat jelas ucapan Mas Roy kemarin… “sebagai seorang fasilitator yang handal harus bisa menyemangati peserta kapanpun dan dimanapun… lalu bagaimana bila fasilitatornya sendiri tidak semangat… untuk itu… semangati diri anda terlebih dahulu sebelum berada menyemangati para peserta…” ucapan yang begitu sederhana namun sangat ampuh untuk membangkitkan semangatku kembali, meski badan terasa begitu lelah… tapi hilang seketika saat semangat itu muncul… meski kantuk sebelumnya tak tertahankan, namun pergi begitu saja tanpa meninggalkan bekas…

 

Pukul 06.00… lapangan outdoor

            Kami bertemu dengan seorang yang baru kami lihat, sebenarnya sejak semalam saat orang itu datang… dengan muka oriental dan kulit putih bersih… jelas sudah dia adalah keturunan tiong hoa, maybe… karena ini adalah persepsiku sendiri… namanya Mas A Seng… dia mengajak kami untuk sekedar jogging disekitar bumi perkemahan… tidak jauh… hanya mengitari dua blok saja. Sesampainya kembali di lapangan kami diminta untuk membuat lingkaran besar… yah… cukup lelah memang… meski hanya dua blok… apalagi untuk orang yang jarang berolahraga… saat membuat lingkaran pun masih banyak dari kami yang mengatur nafas… Mas Aseng pun memperkenalkan dirinya dan memberikan beberapa prakata… akhirnya kami diminta untuk melakukan senam kecil… jujur saja aku lupa namanya… akan tetapi senam ini biasa dilakukan oleh para Pendeta Tibet… senam yang merupakan ucapan salam kepada Sang Presiden Matahari saat duduk di singgasana kebesarannya, sementara sang Jenderal Bulan beserta sekutunya bintang-bintang… senantiasa berada di belakangnya siap menggantikan tugasnya bila kerajaan malam tiba.. senam yang menyatukan antara jasad.. ruh.. dan pikiran… segar sekali rasanya… meskipun sekujur tubuh telah bermandikan keringat… kami diajarkan cara melatih tubuh agar selalu tegak dalam menghadapi klien… meski bagiku tidak perlu karena aku sudah terbiasa berdiri tegak selama di Paskibraka Propinsi… tapi tetap kuikuti.. karena ini adalah ilmu yang mungkin dapat kuajarkan kepada orang lain yang belum terbiasa berdiri dengan tegak seperti aku… kami pun diminta untuk meracau… yang dengan tujuan untuk melatih lidah agar pada saat berbicara kepada klien, lidah kami tidak berbelit. Satu kejadian yang mungkin tidak akan dilupakan oleh siapapun kurasa… Mas Aseng meminta kami untuk maju ke depan melakukan apapun terserah kami, bisa memperkenalkan diri, menawarkan dagangan, namun dalam keadaan meracau dan tentu saja dengan body language yang tetap harus selalu kami pakai selama kami meracau… kebetulan salah seorang teman kami Ari Panca… baru datang dari Toilet… setelah menyetorkan tabungannya dia langsung maju ke depan dengan semangat yang menggebu-gebu… tanpa tahu syarat yang diajukan… dan apa yang terjadi… bukan racauan yang dikeluarkan… tapi lebih mirip orang gagu yang sedang melakukan presentasi… kejadian yang lucu sekali memang… kami pun tidak mempermasalah-kannya… hanya saja… situasinya memang memungkinkan untuk menjadikannya bahan tertawa… kasihan juga sih… setelah selesai beberapa keunikan dari teman-temanku pun turut menambah suasana… ada Iyus yang memang sepertinya sudah terbiasa di bagian pemasaran handphone di Roxy Mas, ditambah dengan wajah yang… yah… agak sipit-sipit gitu… membuatnya sukses menawarkan satu buah produk handphone yang dimilikinya dengan harga dua ribu rupiah.. ada juga Karim yang sampai didepan berdiri tanpa bicara langsung balik lagi ke tempat duduknya… membuat yang lain tertawa cekikan.

            Olahraga pagi dan olah vokal telah selesai. Waktunya bersih-bersih dan merapihkan barang-barangku, karena ku takut… nanti sore harus tergesa-gesa merapihkan barang-barangku dan akhirnya ada yang tertinggal.

 

07.30… Aula Cemara

            Segar kembali, semangat lagi… rasa lapar yang sejak tadi menghampiri kini terobati. Nasi goreng dan nasi uduk sudah siap untuk disantap, tinggal pilih lebih suka yang mana. Ku pilih makanan favoritku Nasi goreng spesial pake senyuman dari yang masak. Beda kan… bukan pake telor, tapi pake senyuman… lebih punya taste…

            Habis sudah kulahap butir demi butir nasi yang tercipta dari keringat yang dihasilkan para petani, sebenarnya aku ingin melahap piringnya juga tapi sayang sudah diwanti-wanti sama panitianya jangan sampe dimakan piringnya. Wal hasil aku harus menurut apa kata panitia.

            Waktunya materi dari Mas Tedy, pemilik nama lengkap Tedyansyah ini adalah pria kelahiran 20 Maret 1983 dengan gelar sarjana jebolan Universitas Nasional Fakultas Agrikultur, dan merupakan salah satu fasilitator juga di selaras outbound, meski baru satu tahun bekerja sebagai fasilitator, dia sudah dipercayakan untuk memegang cukup banyak klien. Akupun sendiri selain banyak belajar dari Mas Febry dan Mas Roy, banyak yang kupelajari dari dirinya. Kebetulan materi yang disampaikan adalah “How to be a Great Facilitator with Facilitating Skill..?” dimana sejarah tentang Oubound pertama kali ada dijabarkan dengan jelas disini. Dan tentunya bukan hanya itu, pengertian fasilitator itu sendiri dan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang fasilitator. Kemampuan apa saja yang harus dimiliki. Serta tugas dan fungsi seorang fasilitator. Presentasi yang menggunakan audio visual dengan menampilkan potongan-potongan video juga membantu para peserta lebih memahami kejadian-kejadian yang biasanya kerap terjadi sehari-hari. Sketsa-sketsa humor dan segar yang ditampilkan namun sarat akan makna. Membuat kami mengerti betul tugas seorang fasilitator. Beberapa pertanyaan pun diluncurkan peserta yang tentunya masih diiringi dengan kobaran semangatnya. Aku menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan demi memberi kesempatan kepada temanku yang lain, karena mereka juga berhak untuk bertanya. Lagi pula bila aku masih kurang puas dengan jawaban yang kuterima, selesai kegiatan pun aku masih dapat bertanya apa saja tentang dunia outbound kepada Tim Selaras, seperti yang kulakukan hingga saat ini.  

 
10.00 WIB…

Kembali kami dipertemukan dengan snack-snack ringan seperti kapas, kerikil, batu koral… dan sejenisnya… (just kidding)… yah… sekedar untuk menemani waktu beristirahat sejenak sebelum menerima materi terakhir dari Mas Roy. Karena disinilah puncak yang merupakan materi inti dari seluruh materi yang ada. Dengan kemampuannya yang sudah tidak perlu diragukan lagi, pengalaman yang ia dapatkan setelah melanglang buana di dunia persilatan, melawan Mak Lampir, bertarung dengan Gerandong dan menghadapi sembilan naga serta hubungan persahabatannya dengan Yoko, tentu membuatnya menjadi salah satu tokoh yang terlahir dalam dongeng anak. (asli... ngaco banget). Jurus-jurus kecil yang ia keluarkan saja sudah mampu membuat kami seperti anak TK yang baru saja mendapatkan jenis permainan baru. Sebuah fun games yang menurutku sangat klasik, namun tetap saja kami begitu antusias memainkannya, yah semuanya berkat positif thinking, kesetaraan dan spontanitas yang kami jadikan prinsip selama kegiatan ini berlangsung, serta kemampuan Mas Roy yang dapat membuat siapapun yang melihatnya, pasti akan ikut serta dalam dunianya. Singkat... jelas dan langsung menuju sasaran... beliau menjelaskan kepada kami tentang formula canggih yang dibuatnya sendiri, sehingga beliau dapat menjadi seperti sekarang. Meskipun aku sendiri juga sudah pernah membuat formula yang sama. Setidaknya, aku semakin yakin dengan formula yang kupakai. Adapun formula yang dimaksud adalah 3N, yang kesemuanya diambil dari bahasa jawa. Amati.... praktekkan... dan tambahkan. Mengamati apa yang dilakukan orang lain bila hal itu belum pernah kita lakukan, setidaknya bila kita masih belum mengerti apa yang dilakukannya. Praktekkan langsung agar kita tahu, apakah kita dapat melakukan hal yang sama. Dan tambahkan dengan apa yang kita miliki, bila kita hanya mengamati, kita hanya tahu apa yang dilakukan orang lain (fasilitator). Bila kita hanya mengamati dan mempraktekkannya, berarti kita adalah tipe manusia bodoh yang hanya bisa mencontek. Sementara bila kita mengamati, kemudian mempraktekkan dan menambahkan dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Maka kita adalah termasuk orang yang selalu berfikir untuk menjadi seorang fasilitator yang luar biasa dengan kata lain kita adalah orang yang cerdas. Sungguh sebuah formula yang pantas dicoba. Persiapan yang harus dilakukan seorang fasilitator dalam menghadapi peserta pun tidak luput dari pembahasannya. Bagaimana mungkin seorang fasilitator dapat menjalankan tugasnya dengan baik, bila ia tidak tahu apa yang harus disiapkan, bila ia tidak memiliki perencanaan, dan bila ia tidak memiliki target yang harus dicapai oleh para peserta. Sungguh ironis memang bila kita menjadi seorang fasilitator yang demikian.

Dengan menggunakan audio visual, Mas Roy menyajikan film-film yang memiliki filosofis tentang konsep belajar seorang fasilitator, tentang cara menyemangati diri, serta cara membalikkan keadaan bila seorang fasilitator mengalami kendala dilapangan. Konsep penyampaian yang sedemikian menarik membuat kami merasa yakin untuk menampilkan kemampuan kami nanti siang. Karena di akhir kegiatan, kami telah membentuk kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 (enam) anggota. Dimana akan terdapat dua kelompok besar yang masing-masing terdiri dari 3 (tiga) kelompok. Sedangkan setiap kelompok dalam kelompok besar harus dapat menyajikan sebuah outbound yang tentunya secara keseluruhan, dan juga bergantian untuk menjadi peserta bila kelompok lain yang menyajikan.

Kegiatan yang entah bagaimana caranya harus kujelaskan lagi. Mungkin aku tak kan pernah merasakan kegiatan seperti ini, bila bukan di TFT bersama Selaras. Ah.. mungkin aku terlalu meninggikan, tapi tidak... aku hanya menyatakan fakta yang kurasakan, tidak ada yang kukurangi dan tidak ada yang kulebih-lebihkan. Percaya dech... sumpah... kalau belum percaya... yach... diusahakan untuk percaya... tapi... kalau belum juga percaya... yah... sebaiknya tolonglah... percaya saja... tapi kalau tidak bisa juga... ya... apa boleh buat... percaya ga...? awas kalo ga...? he... he.. he... he...

 
12.45 WIB...

            Sedikit terlambat dari yang dijadwalkan. Seharusnya kami sudah beristirahat untuk melaksanakan makan siang dan shalat dzuhur sejak pukul 12 siang tepat. Tapi apa boleh buat, pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan kepada Mas Roy seperti tidak ada habisnya, sehingga membuat kesan tersendiri... disinilah gudang pertanyaan yang haus akan jawaban yang dapat memuaskan hati. Yah... tapi tak mengapa... lebih baik aku menahan rasa laparku dari pada harus kehilangan setitik ilmu. Saya yakin anda juga berpendapat serupa. Menu makan siang yang begitu membangkitkan selera, karena aku dapat bertemu lagi dengan sang pujaan hati, si montok nan seksi... bahenol nan geboy... dan kali ini dia sedang berjemur di antara butiran-butiran bumbu yang maknyuss... didampingi dengan sayur asem yang sepertinya tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana rasanya... sambil menikmati makan siang, ku sempatkan diriku dengan kelompokku untuk sekedar mengobrol membahas outbound apa yang akan kami mainkan, kebetulan tema outbound yang kami dapatkan adalah Team Work...

 

13.10... Lapangan outdoor

            Tanpa belas kasihan sang Me

Back